parboaboa

Akademisi: UU KUHP Atur Ketentuan Pidana Hukum Adat

Sondang William | Daerah | 07-09-2023

Diskusi publik tentang ketentuan pidana dalam hukum adat yang diadakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. (Foto: PARBOABOA/Sondang Manalu)

PARBOABOA, Medan - Ketentuan pidana dalam hukum adat turut diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, hukum adat yang diakomodir dalam UU KUHP itu memuat 4 hal. Yaitu dasar pemidanaan, pertimbangan pemidanaan, jenis pidana, dan pengecualian pidana.

Jika dirinci, kata dia, dasar pemidanaan merujuk pada penjelasan Pasal 2 di UU KUHP yang menyebutkan, 'Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, KUHP menyebutkan agar Peraturan Daerah (Perda) mengatur mengenai tindak pidana adat tersebut'.

"Pasal 2 UU KUHP juga disebutkan, hukum adat berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana adat di daerah tersebut sepanjang tidak diatur dalam UU KUHP dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila," katanya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Rabu (6/9/2023) kemarin.

Terkait pertimbangan pidana, lanjut Yance, hukum adat termuat dalam Pasal 54 huruf K UU KUHP yang menyebutkan dalam sebuah pemidanaan wajib mempertimbangkan nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

"Dan terkait pengecualian tindak pidana terdapat dalam Pasal 426 yang membahas terkait perizinan dalam tindak pidana," jelasnya.

Adanya pertimbangan dan pengecualian ini, kata Yance, bisa meringankan perbuatan pidana. Ia mencontohkan beberapa adat yang melakukan sabung ayam untuk memeriahkan upacara adat mereka.

"Kalau hanya berkaca dari UU Pidana secara umum ini sudah termasuk perjudian dan jelas tindak pidana. Namun karena dalam UU KUHP mempertimbangkan nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, setidaknya pasal ini nanti dapat menjadi pertimbangan atas perbuatan tersebut," kata dia.

Yance juga memberikan beberapa catatan penting yang dianggap krusial dalam UU KUHP, terutama terkait hukum yang hidup dalam masyarakat adat diakomodasi melalui peraturan daerah.

"Hal ini sangat berbahaya karena pembahasannya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan politik," ujarnya.

Catatan lain, kata Yance, UU KUHP memperluas kuasa penegak hukum dalam menafsirkan hukum adat. Kuasa tersebut, tidak terletak pada tangan lembaga/masyarakat adat.

"Istilahnya orang luar yang menafsirkan hukum kita. Tentu hal ini rentan akan terjadinya penafsiran yang salah, atau penafsiran sesuka penegak hukum," jelasnya.

Yance mengungkapkan, catatan terakhir adalah bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat tetap menjadi pertimbangan pemidanaan. Apalagi sampai saat ini tidak ada panduan terkait pertimbangan pemidanaan tersebut, sehingga pemberlakuannya menjadi ambigu.

"Dari beberapa catatan tersebut, masyarakat adat atau lembaga masyarakat adat wajib ikut berpartisipasi dalam membahas perda-perda yang akan dibuat pemerintah daerah. Pembuatan perda-perda itu nantinya wajib diintervensi masyarakat adat agar kepentingan masyarakat adat tidak tergeser karena adanya kepentingan politik para pembuat regulasi," imbuh dia.

Editor : Kurniati

Tag : #hukum adat    #pidana hukum adat    #daerah    #uu kuhp    #tindak pidana adat    #uu pidana    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU