parboaboa

UU Hak Cipta dalam Era Digital, Tujuan, Denda, dan Bentuk Pelanggarannya

Lidya Sianipar | Hukum | 16-10-2023

UU Hak Cipta (Foto: Freepik/@chocorutn)

PARBOABOA – UU Hak Cipta adalah singkatan dari Undang-Undang Hak Cipta, yang merupakan peraturan hukum yang mengatur hak-hak hukum atas karya intelektual, seperti tulisan, musik, seni, film, dan karya kreatif lainnya.

Di era digital seperti sekarang, hak cipta adalah suatu hal yang tidak dapat lepas dari berbagai jenis pekerjaan.

Sebagai contoh, sebagai seorang konten kreator, mengedit video atau ingin menggunakan musik yang bukan milikmu, tentu memiliki peraturan undang-undang hak cipta yang perlu diperhatikan.

Contoh lainnya, ketika melakukan penelitian dan harus memanfaatkan sumber dari buku atau jurnal, ada aturan hak cipta yang juga berperan. Dengan demikian, hak cipta selalu menjadi hal yang harus diperhitungkan.

Setiap karya, apakah itu berupa musik, tulisan, atau jenis kreativitas lainnya, melibatkan investasi berupa waktu, usaha, dan uang dari penciptanya. Oleh karena itu, pelanggaran hak cipta adalah tindakan yang dilarang dan diatur oleh hukum di Indonesia.

Untuk memahaminya lebih baik, ulasan Parboaboa kali ini akan memaparkan  dengan lengkap apa itu UU Hak Cipta, tujuannya dibentuknya UU Hak Cipta, apa saja sanksi yang dikenakan, dan bagaimana bentuk pelanggarannya.

Apa yang Dimaksud dengan Hak Cipta?

Hak Cipta (Foto: Freepik/freepik)

Hak Cipta merupakan bagian dari hak milik intelektual yang berlaku dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan literatur. 

Dilansir dari laman kemenkumham, pengertian Hak Cipta ini juga tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), yang menjelaskan bahwa:

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hak eksklusif yang disebutkan dalam definisi di atas terdiri dari dua aspek, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pemilik hak ekonomi adalah satu-satunya yang dapat memperoleh manfaat ekonomi dari karyanya. 

Penting untuk diingat bahwa hak eksklusif ini hanya diberikan kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta yang sah, sehingga pihak lain tidak dapat menggunakan karya tersebut tanpa izin dari pencipta atau pemegang Hak Cipta. 

Jika pihak lain ingin memanfaatkan suatu karya, mereka dapat menjadi pemegang Hak Cipta dengan catatan memiliki persetujuan dari pencipta melalui kesepakatan. Namun, pemegang Hak Cipta hanya memiliki hak ekonomi atas karya tersebut, karena hak moral adalah hak yang melekat pada pencipta secara tak terpisahkan.

Tujuan Adanya UU Hak Cipta

Tujuan Hak Cipta (Foto: Freepik/@fabrikasimf)

Pada era digital ini, kecanggihan teknologi kerap kali disalahgunakan, terutama dalam konteks penggunaan yang tidak sah terhadap karya milik orang lain. Oleh karena itu, diciptakannya UU Hak Cipta adalah merupakan hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta atau pemilik karya kreatif untuk mengendalikan dan melindungi cara karya tersebut digunakan, disalin, didistribusikan, dan dimanfaatkan.

Dikutip dari buku yang berjudul Hak Cipta : Dahulu, Kini dan Esok karya paul Goldstein, tujuan dari Hak Cipta adalah agar mendorong ilmu pengetahuan dan seni tercapai dengan kegiatan mencipta karya baru.

Tanpa perlindungan undang-undang Hak Cipta, pencipta akan kurang termotivasi secara finansial untuk meluangkan waktu dan sumber daya dalam menciptakan karya-karya baru.

Fungsi ataupun tujuan diadakannya UU Hak Cipta juga dijelaskan dalam Pasal 2 dalam UU No. 19 tahun 2002. Bila dinyatakan dengan cara yang berbeda, berikut adalah beberapa perannya :

  • Tujuan dari hak cipta adalah memastikan bahwa karya intelektual dilindungi dari penggunaan tanpa izin atau penyalahgunaan oleh pihak lain
  • Memberikan motivasi kepada para pencipta untuk terus menghasilkan karya baru dan berinovasi dengan memberikan pengakuan dan imbalan ekonomi atas prestasi kreatif mereka, sehingga mendorong mereka untuk berkontribusi pada perkembangan budaya dan industri.
  • Mendukung sektor-sektor industri kreatif, seperti musik, film, penerbitan, dan seni.
  • Memberikan izin untuk mengendalikan siapa yang boleh melihat karya-karya tertentu. Ini bisa membuat karya-karya itu disebarluaskan lebih banyak, sehingga lebih banyak orang memiliki kesempatan untuk melihat dan menikmatinya.
  • Memastikan bahwa hasil karya intelektual tetap memiliki nilai ekonomi yang kuat, sehingga pencipta atau pemilik hak cipta bisa mendapatkan imbalan ekonomi yang adil dari penciptaan mereka.
  • Mengamankan karya dari praktek penjiplakan atau pencurian ide dengan mengatur dasar hukum yang kokoh untuk menindak pelanggaran Hak Cipta dan menjaga hak eksklusif pemilik karya.

Melalui UU Hak Cipta, pencipta atau pemilik karya memiliki kendali penuh atas bagaimana orang lain menggunakan karyanya. Ini berarti orang lain tidak boleh menggunakan, menyalin, atau menyebarluaskan karya tersebut tanpa izin atau persetujuan dari pemilik Hak Cipta, kecuali jika diberi lisensi atau hak khusus lainnya.

Bagaimana Sanksi bagi Pelanggar Undang-Undang Hak Cipta

Sanksi bagi pelanggar UU Hak Cipta (Foto: Freepik/@laddawanpunna)

Secara umum, pelanggaran hak cipta adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar hak-hak moral atau ekonomi pencipta suatu karya, serta memperoleh manfaat ekonomi atas penggunaan karya tersebut.

Tentu bagi pelanggar UU Hak Cipta akan memiliki risiko sanksi yang akan dikenakan padanya.

Dimana menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang ketentuan pidana untuk pelaku pelanggaran Hak Cipta, berikut adalah beberapa pasal yang menjelaskan ketentuan pidana tersebut:

1. Pasal 112

Seseorang yang tanpa hak melakukan perbuatan seperti yang dijelaskan dalam pasal 7 ayat 3 dan pasal 52 untuk penggunaan komersial, dapat dikenai hukuman penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp 300.000.000.

2. Pasal 113

a. Seseorang yang tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 untuk penggunaan komersial dapat dihukum penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal yang dibayar oleh para pelanggar Hak Cipta adalah Rp 100.000.000.
b. Seseorang yang tanpa izin dari pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf h untuk penggunaan komersial dapat dihukum penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda maksimal yang dibayar oleh para pelanggar Hak Cipta adalah Rp 500.000.000.
c. Seseorang yang tanpa hak dan/atau tanpa izin dari pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan komersial dapat dihukum penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal yang dibayar oleh para pelanggar Hak Cipta adalah Rp 1.000.000.000.
d. Jika pelanggaran dilakukan dalam bentuk pembajakan, pelaku dapat dihukum penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal yang dibayar oleh para pelanggar Hak Cipta adalah Rp 4.000.000.000.

3. Pasal 114

Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya dan sengaja mengetahui serta membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya, dapat dihukum dengan denda maksimal Rp 100.000.000.

Berbagai Bentuk Pelanggaran Hak Cipta

Secara umum, pelanggaran UU Hak Cipta adalah tindakan seseorang yang melanggar hak moral dan/atau hak ekonomi pencipta karya dan meraih keuntungan dari penggunaan karya tersebut. 

Menurut UU Nomor 8 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, contoh Hak Cipta atau karya ciptaan yang dapat menjadi subjek pelanggaran termasuk:

  1. Buku, program komputer, pamflet, tata letak karya tulis yang diterbitkan, dan semua jenis hasil karya tulis lainnya.
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan jenis ciptaan serupa.
  3. Alat peraga yang digunakan untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
  4. Musik atau lagu dengan atau tanpa lirik.
  5. Drama atau drama musikal, tari koreografi, pewayangan, dan pantomim.
  6. Seni rupa dalam berbagai bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, patung, kolase, dan seni terapan.
  7. Arsitektur.
  8. Peta.
  9. Seni batik.
  10. Fotografi.
  11. Sinematografi.
  12. Terjemahan, tafsir, saduran, antologi, basis data, dan karya lain hasil pengalihwujudan.

Selain itu, ada jenis-jenis karya lain yang tidak tunduk pada Hak Cipta, termasuk:

  1. Hasil rapat terbuka lembaga negara.
  2. Peraturan perundang-undangan.
  3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
  4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
  5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan serupa.

Bagaimana Bentuk Pelanggarannya?

Seperti yang telah dijelaskan, pelanggaran Hak Cipta terjadi ketika seseorang menyalahi hak-hak moral dan/atau hak ekonomi dari pencipta karya.

Hak moral adalah hak yang melekat pada pencipta karya sepanjang hidupnya, yang memungkinkan mereka untuk menjaga integritas karya dan menerima pengakuan atas ciptaannya.

Sementara hak ekonomi adalah hak yang memberi pencipta karya kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi dari hasil karyanya.

Pelanggaran Terhadap Hak Moral

Menurut Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta, contoh tindakan pelanggaran terhadap hak moral dalam UU Hak Cipta termasuk:

  1. Tidak mencantumkan nama pencipta atau nama samaran pencipta saat menggunakan karyanya, seperti mengunggah foto milik orang lain tanpa mencantumkan sumber atau nama pemilik foto.
  2. Mengubah judul atau subjudul karya, misalnya seorang penyanyi yang mendapatkan izin untuk menyanyikan ulang lagu lama, namun kemudian mengubah judul lagu tersebut.
  3. Mengubah karya dengan cara yang merugikan pencipta atau merusak reputasinya, seperti melalui distorsi, mutilasi, atau modifikasi karya, atau dengan cara yang merugikan diri atau reputasi pencipta, seperti seorang pengrajin batik yang menyalin karya orang lain dengan kualitas yang buruk.

Pelanggaran terhadap Hak Ekonomi

Menurut Pasal 9 ayat (1) dan 113 UU Hak Cipta, contoh tindakan pelanggaran terhadap hak moral dalam UU Hak Cipta termasuk:

  1. Menyebarluaskan karya atau mendistribusikan salinan karya, seperti mengunggah buku dari seorang penulis ke situs/platform yang tidak sah yang dapat diakses oleh publik secara gratis.
  2. Menggandakan karya atau contoh Hak Cipta dalam bentuk apapun, misalnya merekam film di dalam bioskop dengan menggunakan ponsel.
  3. Menerjemahkan karya tanpa izin, kemudian mengunggahnya ke situs/platform berbayar untuk memperoleh keuntungan pribadi.
  4. Melakukan adaptasi, mengubah aransemen, atau melakukan transformasi terhadap karya, seperti membuat cover lagu dan mengunggahnya untuk memperoleh keuntungan.
  5. Menampilkan karya, misalnya dengan melakukan streaming film dari Netflix melalui platform lain seperti Zoom.
  6. Mengumumkan karya, seperti memutar lagu dari aplikasi berbayar di hadapan publik umum.
  7. Menyewakan karya, seperti seorang ilustrator komik yang menyewakan gambar-gambar yang dimiliki oleh atasannya untuk keperluan merchandise.

UU Hak Cipta membantu pencipta untuk mendapatkan uang dari karyanya. Selain itu, Tujuan dari Hak Cipta adalah upaya mengontrol cara karyanya digunakan, melestarikan budaya, dan mendukung ekonomi.

Tetapi, hak cipta juga punya keterbatasan seperti masa berlaku dan cakupan yang membatasi akses masyarakat dan hak penggunaan yang adil. Selain itu, UU Hak Cipta bisa membatasi kebebasan berekspresi dan penggunaan karya untuk tujuan baik.

Secara keseluruhan, Hak Cipta penting untuk melindungi hak pencipta, mendorong kreativitas dan inovasi, dan memperhatikan kepentingan publik.

Editor : Sari

Tag : #uu hak cipta    #pengertian hak cipta    #hukum    #pelanggaran hak cipta    #contoh hak cipta   

BACA JUGA

BERITA TERBARU