parboaboa

Biografi Tan Malaka, Pahlawan yang Hampir Tenggelam di dalam Sejarah, Beserta dengan Kisah Perjuangannya

Lidya Sianipar | Biografi | 26-10-2023

Biografi Tan Malaka (Foto: Wikimedia)

PARBOABOA – Siapa Tan Malaka? Beberapa orang mungkin belum mengenal dengan pasti salah satu tokoh bapak Republik yang satu ini. 

Beliau merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Keputusan Presiden RI No. 53 pada 28 Maret 1963 yang memiliki kisah hidup yang sangat legendaris.

Memiliki nama asli Sutan Ibrahim dengan gelar Datuk Tan Malaka, adalah tokoh yang sangat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia.

Kisah hidupnya telah menjadi objek penelitian yang mendalam oleh sejarawan Belanda bernama Harry Albert Poeze selama beberapa dekade.

Poeze tidak hanya menggali arsip-arsip kolonial di Leiden dan Amsterdam, tetapi juga melakukan perjalanan ke sejumlah negara di seluruh dunia yang pernah menjadi tempat singgah Malaka, termasuk Amerika, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, dan Filipina. 

Dirinya bahkan melakukan perjalanan hingga ke Rusia untuk menelusuri arsip-arsip Comintern terkait dengan Malaka di Moskwa.

Seluruh penelitian cukup menjelaskan perjalanan hidup dan pengaruh besar yang dimiliki Malaka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia meskipun memiliki perbedaan pendapat dengan beberapa tokoh lainnya.

Berdasarkan cerita dalam buku Tan Malaka: Dari Penjara ke Penjara, karya Badruddin (2020), buku ini memberikan gambaran yang kuat tentang perjalanan hidup dan pemikiran Malaka.

Buku ini mengungkapkan sejauh mana ketekunan dan keberanian Malaka dalam menghadapi penjajahan, walaupun seringkali ia harus masuk penjara dan menghadapi berbagai tantangan.

Tidak hanya itu, Malaka juga terkenal dengan karya tulisnya dalam buku-buku yang dia terbitkan. Sebagian besar bukunya menceritakan kisahnya menghadapi kolonial hingga pemahamannya tentang kemerdekaan Indonesia.

Lantas, bagaimana biografi Tan Malaka, seperti apa masa mudanya hingga kisah dibalik perjuangannya? Buku-buku apa saja yang menjadi jejak cerita perjuangannya? Simak ulasan ini sampai habis, ya!

Biografi Tan Malaka

Biografi Tan Malaka (Foto: Wikimedia)

Dilansir dari buku Tan Malaka, Gerakan kiri, Dan Revolusi Indonesia: Agustus 1945-Maret 1946, Oleh Harry A. Poeze (2008), Tan Malaka, yang memiliki nama asli Sutan Ibrahim, lahir pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Ayahnya, Rasad Caniago, dan ibunya, Sinah Simabur, adalah bangsawan yang bekerja sebagai pegawai pertanian di bawah pemerintahan Hindia Belanda, tetapi mereka tidak jauh berbeda dari penduduk desa lain dalam kepemilikan dan kependudukan.

Setelah menempuh pendidikan sekolah dasar, Malaka melanjutkan ke Sekolah Guru Pribumi (Inlandsche Kweekschool Voor Onderwijzers) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, antara tahun 1908-1913.

Di sana, seorang guru bernama GH Horensma merekomendasikannya untuk meneruskan studi ke Belanda dengan dukungan dana dari warga kampung sebesar 50 rupiah per bulan.

Malaka pun berangkat ke Belanda pada usia 17 tahun untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah di Harlem.

Menempuh Pendidikan di Negeri Orang

Selama masa kuliahnya, minat Malaka dalam politik mulai muncul, terutama setelah membaca buku tentang Revolusi Prancis. 

Pada tahun 1917, setelah Revolusi Rusia, minatnya terhadap sosialisme dan komunisme semakin berkembang. Ia mulai mempelajari karya-karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin, yang membahas tentang sosialisme dan komunisme.

Dimulai dari sinilah, Malaka tidak menyukai budaya Belanda dan lebih terkesima dengan masyarakat Amerika dan Jerman.

Sepak Terjang Perjuangan Tan Malaka di Indonesia

Biografi Tan Malaka (Foto: Wikimedia)

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1919 dan menjadi guru anak-anak pekerja perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara, dengan gaji setara dengan guru Belanda. Namun, rekan-rekan Belandanya tidak menghargainya.

Pada tahun 1921, Tan Malaka menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, tahun 1922, ia diusir dari Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda karena aktivitas politiknya. Selama masa pengasingannya, ia mewakili Indonesia dalam Kongres Keempat Komintern (Komunis Internasional) pada tahun 1922, di mana ia ditunjuk sebagai agen komitmen untuk Asia Tenggara dan Australia.

Pada tahun 1926, Peran Malaka cukup besar dalam menentang pemberontakan PKI dan disalahkan oleh pendukungnya atas kegagalan tersebut. Tahun berikutnya, ia mendirikan sebuah kelompok di Bangkok yang disebut Partai Republik Indonesia dengan tujuan mengembangkan kader bawah tanah untuk bekerja di Indonesia. Meskipun partai ini mendapatkan dukungan, ia memiliki sedikit keberhasilan dalam melemahkan pemerintah kolonial.

Pada tahun 1944, selama pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II, Malaka kembali ke Jawa dan bersaing dengan Soekarno dalam memperebutkan kekuasaan. Ia memiliki pandangan tersendiri tentang kemerdekaan Indonesia, menekankan perlunya pengakuan penuh kemerdekaan sebelum negosiasi dengan Belanda. Bagi Malaka, perundingan hanya dapat dimulai setelah pengakuan penuh kemerdekaan Indonesia dari Belanda dan Sekutu.

Konsep Kemerdekaan menurut Malaka

Dilansir dari buku Tan Malaka, Oleh Masykur Arif Rahm (2017), perjuangan Tan Malaka dalam merebut kemerdekaan Indonesia dinilai memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan tokoh pendiri bangsa lainnya. Dalam bukunya yang berjudul "Naar De Republiek Indonesia" (menuju republik Indonesia) pada tahun 1924, ia mengemukakan konsepnya tentang kemerdekaan Indonesia.

Malaka adalah sosok yang bersifat tertutup dan sering dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial. Pendekatan perjuangannya sangat revolusioner, dan ia memberikan contoh pada bangsa Indonesia untuk berjuang dengan militansi dan radikalisme yang penuh semangat.

Salah satu prinsip utama dalam pemikirannya adalah keyakinan bahwa kemerdekaan hanya bisa dicapai melalui perlawanan fisik langsung terhadap penjajah, tanpa perlu melalui perundingan. Bagi Malaka, perundingan hanya boleh dilakukan setelah pengakuan penuh kemerdekaan Indonesia oleh Belanda dan Sekutu.

Pemikiran ini menekankan bahwa Indonesia harus mengklaim kemerdekaannya secara mutlak dan tidak boleh mengakui ketergantungan pada penjajah. Konsep ini menjadikan Malaka sebagai sosok yang sangat berbeda dan radikal dalam pandangan perjuangan kemerdekaan, yang kemudian menjadi sumber perselisihan dengan pandangan tokoh lain dalam perjuangan nasional. Meskipun kontroversial, Peran Tan Malaka tetap tetap diakui sebagai pahlawan nasional yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Malaka adalah seorang pejuang yang militan dan radikal, yang menganggap bahwa kemerdekaan harus dicapai melalui perlawanan fisik terhadap penjajah tanpa perlu melakukan perundingan. Meskipun ia dianggap kontroversial, perjuangan Tan Malaka tetap diakui sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Detik Tan Malaka Difitnah dan Dibunuh

Biografi Tan Malaka (Foto: Wikimedia)

Pada awal tahun 1949, situasi politik di Indonesia masih sangat tidak stabil, bahkan semakin memburuk. Hengky Novaron Arsil Datuk Tan Malaka, keturunan dari Tan Malaka, mengungkapkan bahwa ketika Soekarno dan Hatta ditawan dalam Agresi Militer kedua oleh Belanda, Malaka mencoba memperkenalkan dirinya kepada publik sebagai penerus perjuangan, membawa surat dari Presiden Soekarno yang berisi pesan bahwa jika ada yang terjadi padanya, maka Malaka yang akan melanjutkan perjuangan.

Namun, versi ini tidak diterima dengan baik oleh beberapa kelompok di Indonesia, yang menduga bahwa Malaka berencana menggulingkan Soekarno. Ini akhirnya membuatnya menjadi buronan.

Namun, dalam buku Dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4: September 1948-Desember 1949 (2014: 214-24) karya Harry A. Poeze (2008), sejarawan asal Belanda ini melihat peristiwa ini dari perspektif yang berbeda. 

Para pemimpin militer di Jawa Timur merasa bahwa Malaka telah menciptakan kekosongan kepemimpinan dengan mengecam penangkapan Soekarno-Hatta dan bahwa ia telah mengklaim bahwa elite militer enggan berperang melawan Belanda. Seruan-seruan yang tidak dapat dipastikan kebenarannya ini dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas negara.

Karena itu, Panglima Daerah Militer Brawijaya, Soengkono, bersama dengan komandan brigade-nya, Soerahmat, memerintahkan penangkapan Tan Malaka. Ketika Malaka baru saja selesai berperang melawan Belanda, ia dihadang oleh pasukan Batalyon Sikatan bagian Divisi Brawijaya di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur pada 21 Februari 1949. 

Di desa itu, Malaka dieksekusi dengan tangan terikat di belakangnya dan disebutkan bahwa ia tetap membuka matanya ketika ditembak. Penembakan itu dilakukan atas perintah Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan Divisi Brawijaya.

Setelah Tan Malaka meninggal, jasadnya dibuang ke Sungai Brantas tanpa ada pejabat militer yang dikenakan sanksi atas eksekusi ini tanpa proses peradilan. Para pelaku eksekusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak mengalami konsekuensi apa pun dan karier mereka tetap berjalan hingga masa pensiun.

Situasi saat itu sangat kacau, di mana berbagai kelompok mencurigai satu sama lain. Posisi Malaka sebagai pelopor Persatuan Perjuangan membuatnya sulit untuk menghindari pengejaran oleh penguasa pada saat itu.

Pada tahun 1963, Soekarno secara resmi mengangkat Malaka sebagai pahlawan nasional. Sayangnya, selama masa Orde Baru di Indonesia, sejarah Tan Malaka dihapus dari buku-buku sejarah. Selubung misteri seputar nasibnya mulai terungkap ketika Harry A Poeze bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk menggali makam yang dipercayai sebagai makam Malaka di Desa Selopanggung, Kediri pada tahun 2009.

Buku-buku Tan Malaka yang tak Lekang oleh Waktu

Dalam masa pengasingannya di penjara, Malaka, yang diberi gelar Pahlawan Revolusi Nasional, menulis sejumlah buku yang sebagian besar membahas tentang filsafat dan pemikiran kiri. Melalui karya tulisnya juga, orang-orang dapat memahami jejak sejarah Malaka.

1. Madilog Tan Malaka : Materialisme, Dialektika, dan Logika (2014)

Dalam karya terkenalnya yang berjudul "Madilog," Malaka menggambarkan tiga tahap perkembangan umat manusia yang haus pengetahuan. Tahap pertama adalah Logika Mistika, tahap kedua adalah filsafat, dan tahap ketiga adalah ilmu pengetahuan (sains).

2. Aksi Massa (2022) 

Dalam karyanya "Aksi Massa," Malaka mengungkapkan pandangannya bahwa usaha untuk merebut kekuasaan melalui kudeta atau aksi segerombolan kecil bukanlah solusi terbaik. Menurut pandangan Malaka, 'putch' atau kudeta adalah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang bergerak secara rahasia dan tidak memiliki keterhubungan langsung dengan mayoritas rakyat.

3. Autobiografi Tan Malaka: Dari Penjara ke Penjara (2022) 

Dalam bukunya "Dari Penjara ke Penjara," Malaka menulis dalam dua jilid terpisah. Jilid pertama mengisahkan pengalamannya di penjara Hindia-Belanda dan Filipina, sedangkan jilid kedua menceritakan perjalanannya dari Shanghai, Hongkong, hingga kembali ke Indonesia. Untuk kemudahan pembaca, kedua jilid ini telah digabungkan menjadi satu.

Meskipun berada di balik jeruji penjara, Malaka tetap berupaya untuk membangkitkan semangat perjuangan rakyat Indonesia. Bagi Malaka, mereka yang menginginkan kemerdekaan sejati harus bersedia menerima segala kesulitan dan penderitaan dalam hidup penjara dengan tulus dan ikhlas.

4. Menuju Merdeka 100% (2017) 

Buku "Menuju Merdeka 100%" adalah sebuah kumpulan karya penting dari Malaka yang juga menjadi pernyataan sikapnya mengenai politik dan ekonomi yang bebas dan merdeka. Selain itu, buku ini memiliki potensi untuk membangkitkan kesadaran kita akan makna kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu kemerdekaan secara menyeluruh (100%)

5. Gerpolek Gerilya Politik Ekonomi (2022) 

Pada masa hidupnya, Malaka sangat prihatin dengan menyusutnya wilayah Republik Indonesia akibat berdirinya negara boneka yang didirikan oleh Belanda. Sementara itu, kelompok kapitalis, kolonial, dan imperialistis berhasil mengganggu perekonomian dan keuangan di Republik Indonesia.

Karena itu, Malaka menolak untuk melakukan kompromi dengan kekuatan kolonialisme dan imperialisme. Ia tidak mendukung upaya perundingan dengan pihak lawan. Malahan, Malaka melihat perundingan sebagai tindakan yang akan mengorbankan kedaulatan dan kemerdekaan rakyat di tanah air.

6. Muslihat, Politik, dan Rencana Ekonomi Berjuang (2022) 

Buku ini adalah gabungan dari tiga brosur politik dan ekonomi karya Tan Malaka yang saat itu dicetak dalam jumlah yang terbatas. Meskipun telah berlalu waktu, buku ini masih memiliki relevansi dan bisa membangkitkan kesadaran kita tentang makna sejati dari kemerdekaan.

Warisan pemikiran dan perjuangan politik Tan Malaka terus hidup dalam sejarah Indonesia. Ia memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran politik dan sosial di Indonesia, dan walaupun pandangannya mungkin kontroversial pada masanya, ia tetap menjadi tokoh yang dihormati dalam perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia.

Editor : Sari

Tag : #tan malaka    #biografi tan malaka    #biografi    #buku tan malaka    #sejarah tan malaka    #perjuangan tan malaka   

BACA JUGA

BERITA TERBARU