parboaboa

Bacaan Surat An Nisa Ayat 59: Latin, Arab, Arti, Tafsir, Kandungan, Asbabun Nuzul, dan Hukum Tajwid Perkata

Ratni Dewi Sawitri | Islam | 04-08-2023

Surat An Nisa Ayat 59 (Foto: Parboaboa/Ratni)

PARBOABOA – Al Quran merupakan kitab suci bagi umat Islam, menjadi sumber hukum, pedoman, dan ajaran dalam menjalani kehidupan. Di dalamnya terdapat surat yang memberikan petunjuk, salah satunya Surat An Nisa ayat 59.

Surat An-Nisa adalah surat keempat dalam Al-Qur'an. Surat yang terdiri dari 176 ayat ini, termasuk dalam golongan surat Madaniyah, yang artinya surat ini diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.

Seperti halnya seluruh isi Al-Qur'an, Surat An-Nisa memiliki nilai-nilai ajaran yang mendalam dan mempunyai pedoman hidup bagi umat Muslim dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya adalah Surat An Nisa ayat 59.

Surat An-nisa ayat 59 menjelaskan tentang perintah untuk mentaati Allah SWT, Rasul-Nya, dan ulil amri. Secara harfiah, An Nisa artinya adalah perempuan. Sebagian besar isi surat ini menjelaskan tentang perempuan dalam Islam.

Lantas, bagaimana bunyi bacaan Surat An Nisa ayat 59 latiin dan Arab? Dan apa kandungan dari surat tersebut? Yuk, perdalam ilmu agama dengan mempelajari artikel di bawah ini.

Bacaan Surat An Nisa Ayat 59 Latin, Arab, dan Artinya

Surat An-nisa ayat 59 (Foto: Parboaboa/Ratni)

Berikut bunyi Surat An-nisa ayat 59:

 تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ

Surat An Nisa Ayat 59 Latin: "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu athii’ullooha wa athii’ur rosulla wa ulil amri mingkum. Fa ing tanaaza’tum fii syai’in farudduuhu ilalloohi warosuuli ing kungtum tu’minuuna billaahi walyaumil aakhir. Dzaalika khoiruw wa ahsanu ta’wilaa."

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Tafsir Surat An Nisa Ayat 59

Ilustrasi tafsir Surat An-nisa ayat 59 (Foto: Parboaboa/Ratni)

Tafsir Surat An Nisa ayat 59 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.

1. Ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya

Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan mutlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya).”

Ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan di sini adalah ketaatan mutlak, tidak bisa tawar menawar. Orang yang taat kepada Rasulullah, pada hakikatnya ia taat kepada Allah.

Karena tidak ada satu pun perintah dari Rasulullah yang bertentangan dengan perintah Allah. Tidak ada sabda beliau yang bertentangan dengan firman Allah karena sabda-sabdanya bukan dari hawa nafsu melainkan dari wahyu.

Ibnu Katsir menjelaskan, taat kepada Allah adalah mengikuti ajaran Al Quran. Sedangkan taat kepada Rasulullah adalah dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya.

2. Taat kepada Ulil Amri

Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan kepada ulil amri.

وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya : “dan ulil amri di antara kamu.”

Ayat ini juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada ulil amri. Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Hasan Al Basri dan Abul Aliyah, ulil amri  adalah para ulama. Menurut Ibnu Katsir, ulil amri itu bersifat umum baik pemerintah maupun ulama. Sedangkan menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir, ulil amri adalah pemimpin dan para ulama.

Ketaatan kepada ulil amri harus berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak boleh bertentangan. Tidak boleh taat dalam perkara maksiat.

3. Kembali kepada Al Quran dan Hadits

Surat An Nisa ayat 59 ini adalah menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Jika ada perselisihan, harus dikembalikan kepada keduanya.

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Menurut Mujahid dan ulama mufassir lainnya, maknanya adalah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Ibnu Katsir menjelaskan, ini merupakan perintah Allah. Jika ada perselisihan di antara manusia mengenai masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan sunnah Rasulullah. 

Sebagaimana juga firman-Nya:

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

Artinya : “Tentang sesuatu apa pun yang kalian perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (QS. Asy Syura: 10)

4. Hasil ruju’ kepada Quran dan Hadits

Surat An Nisa ayat 59 ini adalah hasil kembali kepada Al Quran dan Hadits.

ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya : “Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta menjadikannya rujukan akan membawa kebaikan. “Yaitu lebih baik akibatnya dan penyelesaiannya,” kata As Saddi. “Lebih baik penyelesaiannya,” kata Mujahid.

Kandungan Surat An Nisa Ayat 59

Ilustrasi Kandungan Surat An-nisa ayat 59 (Foto: Parboaboa/Ratni)

Berikut adalah isi kandungan Surat An Nisa ayat 59 yang disampaikan secara baku:

  • Orang-orang yang beriman wajib tunduk patuh kepada Allah dan Rasul-Nya secara mutlak, dengan mengamalkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Wajib pula tunduk patuh kepada para pemimpin yang berwenang selama perintah mereka tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Jika pemimpin memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah atau mengajak pada kemaksiatan kepada Allah, maka tidak ada kewajiban untuk mentaatinya. 
  • Al-Qur'an dan hadits adalah sumber hukum Islam, dan ketika terjadi perbedaan pendapat, maka haruslah kembali merujuk kepada Al-Qur'an dan hadits. 
  • Menggunakan Al-Qur'an dan hadits sebagai sumber hukum Islam dan mengadilinya ketika terjadi perbedaan pendapat adalah tanda dari keimanan. Seseorang yang menolak menjadikan Al-Qur'an dan hadits sebagai otoritasnya, maka keimanannya patut dipertanyakan. 
  • Kembali kepada Al-Qur'an dan hadits akan menghasilkan penyelesaian yang lebih baik dan membawa berkah.

Asbabun Nuzul Surat An Nisa Ayat 59

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Ibnu Abbas bahwa asbabun nuzul Surat An-Nisa ayat 59 ini berkaitan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais, ketika ia diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memimpin suatu pasukan khusus.

Abdullah memerintahkan pasukannya mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya. Setelah api menyala, ia menyuruh pasukannya untuk memasuki api tersebut. Namun, salah seorang anggota pasukannya menjawab, "Sesungguhnya hanya Rasulullah yang tahu cara keluar dari api ini. Jangan terburu-buru sebelum bertemu dengan Rasulullah. Jika Rasulullah memerintahkan kalian untuk memasuki api itu, maka lakukanlah."

Mereka kemudian melapor kejadian tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah melarang mereka untuk memasuki api tersebut dan menegaskan bahwa ketaatan hanya dilakukan dalam kebaikan.

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa Surat An-Nisa ayat 59 turun terkait peristiwa ini, dan menjelaskan bahwa jika ada perbedaan pendapat, maka haruslah merujuk kembali kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (hadits).

Hukum Tajwid Surat An Nisa Ayat 59

Berikut tajwid surat An Nisa ayat 59, yaitu:

  • [ يٰٓاَيُّهَا ] Mad jaiz munfasil, karena ada huruf mad yaitu alif bertemu dengan hamzah pada kalimat yang berbeda, dibaca panjang 2,5 alif atau 5 harakat.
  • [الَّذِ] Alif lam syamsiyah atau idgham syamsiyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah yaitu lam.
  • [ ذِيْنَ ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu ya sukun, lalu sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah, dibaca panjang satu alif atau 2 harakat.
  • [ اٰمَنُوْٓا ] Mad badal, karena asal katanya adalah hamzah.
  • [ اَطِيْعُو اٰمَنُوْٓا ] Mad jaiz munfasil, karena huruf mad bertemu dengan hamzah pada kalimat yang berbeda, dibaca panjang 5 harakat.
  • [ اَطِيْعُو ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu ya sukun, lalu sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ اللّٰهَ ] Lam jalalah tahfhim, sebelum lafadz Allah ada huruf yang berharokat dhomah, maka lafadz Allah tersebut dibaca tafhim atau tebal.
  • [ وَاَطِيْعُو ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu ya sukun, lalu sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ الرَّسُوْلَ ] Alif lam syamsiyah atau idgham syamsiyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah yaitu ro.
  • [ الرَّسُوْلَ ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu wawu sukun, lalu sebelumnya ada huruf yang berharakat dhomah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ الْاَمْرِ ] Alif lam qomariyah dan idhar qomariyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf qamariyah yaitu hamzah, maka lam nya dibaca jelas.
  • [ الْاَمْرِ ] Idhar syafawi, karena ada mim mati bertemu dengan huruf idhar syafawi yaitu ro, mim sukunnya dibaca jelas tidak memantul dan tidak mendengung.
  • [ مِنْكُمْ ] Ikhfa, karena ada nun sukun bertemu dengan huruf ikhfa yaitu kaf, maka nun sukun tersebut dibaca samar menyerupai pengucapan “ng”.
  • [ كُمْ فَاِنْ ] Idhar syafawi, karena ada mim sukun bertemu dengan huruf idhar syafawi yaitu fa, maka mim sukunnya dibaca jelas tidak berdengung dan tidak samar.
  • [ فَاِنْ تَنَا ] Ikhfa, karena ada nun sukun bertemu dengan huruf ikhfa yaitu ta, maka nun matinya dibaca samar, tidak dibaca jelas.
  • [ تَنَا ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu alif bertemu huruf yang berharakat fathah sebelumnya, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ عْتُمْ فِيْ ] Idhar syafawi, karena ada mim sukun bertemu dengan huruf idhar syafawi yaitu fa, maka mim sukunnya dibaca jelas tidak sama dan tidak berdengung.
  • [ فِيْ ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu ya, lalu sukun sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [شَيْ] Huruf lin atau harfu lin, karena ada ya sukun bertemu huruf berharokat fathah sebelumnya, dibaca “Syai” bukan “Syae”.
  • [شَيْءٍ فَرُ] Ikhfa, karena ada nun sukun bertemu dengan huruf ikhfa yaitu fa, maka nun matinya dibaca samar tidak dibaca jelas.
  • [ فَرُدُّوْ ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu wawu, sukun sebelumnya ada huruf yang berharokat dhomah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ اللّٰهِ ] Lam jalalah tahfhim, karena sebelum lafadz Allah ada huruf yang berharokat fathah, maka lafadz Allah tersebut dibaca tafhim atau tebal.
  • [ وَالرَّسُوْلِ ] Alif lam syamsiyah atau idgham syamsiyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf syamsiyah yaitu ro.
  • [ وَالرَّسُوْلِ ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu wawu sukun dan sebelumnya ada huruf yang berharakat dhomah, dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
  • [ اِنْ كُنْتُمْ ] Ikhfa, karena ada nun sukun bertemu dengan huruf ikhfa yaitu kaf, maka nun sukun tersebut dibaca samar menyerupai pengucapan “ng”.
  • [ كُنْتُمْ ] Ikhfa, karena ada nun sukun bertemu dengan huruf ikhfa yaitu ta, maka nun sukun tersebut dibaca samar menyerupai pengucapan “ng”.
  • [ كُنْتُمْ تُؤْ ] Idhar syafawi, karena ada mim sukun bertemu dengan huruf idhar syafawi yaitu ta, maka mim sukunnya dibaca jelas tidak sama dan tidak berdengung.
  • [ بِاللّٰهِ ] Lam jalalah tarqiq, karena ada lafadz Allah sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah maka lafadz Allah tersebut dibaca tarqiq atau tipis.
  • [ وَالْيَوْمِ ] Alif lam qomariyah dan idhar qomariyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf qamariyah yaitu ya, maka lam sukunnya dibaca jelas.
  • [ وَالْيَوْمِ ] Huruf lin atau harf lin, karena ada wawu sukun sebelumnya ada huruf berharakat fathah dibaca “Yau” bukan “Yao”.
  • [ الْاٰ ] Alif lam qomariyah dan idhar qomariyah, karena ada alif lam bertemu dengan huruf qamariyah yaitu hamzah, maka lamnya dibaca jelas dan Mad thabi'i karena ada alif mad sebelumnya ada huruf berharakat fathah.
  • [ ذٰ ] Mad thabii, karena ada alif mad sebelumnya ada huruf yang berharakat fathah.
  • [ خَيْرٌ ] Huruf lin atau harf lin, karena ada ya sukun sebelumnya ada huruf berharakat fathah dibaca “Khoi” bukan “Khoe”.
  • [ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ ] Idghom maal ghunnah, karena tanwin dhomah bertemu dengan huruf idghom maal gunnah yaitu wawu, maka tanwin dhomahnya dimasukan ke huruf wawu.
  • [ أْوِيْلًا ] Mad thabii, karena ada huruf mad yaitu ya dan sukun sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah, dibaca panjang dua alif atau satu harakat.
  • [ أْوِيْلًا ] Mad iwad, karena tanwin fathah berada pada posisi waqaf, maka dibacanya “Laa” bukan “Lan", dibaca panjang satu alif atau dua harakat.

Itulah ulasan tentang surat An Nisa ayat 59 beserta dengan tafsir dan isi kandungannya. Semoga ulasan ini bermanfaat dan semoga dapat meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Editor : Sari

Tag : #al quran    #surat an nisa ayat 59    #islam    #hukum tajwid surat an nisa ayat 59    #tafsir surat an nisa ayat 59   

BACA JUGA

BERITA TERBARU