parboaboa

Vonis Lukas Enembe Diperberat jadi 10 Tahun, Pengamat: Harusnya Lebih!

Atikah Nurul Ummah | Hukum | 08-12-2023

Majelis Hakim PT DKI Jakarta memvonis Lukas Enembe dengan penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan pada Senin (4/12/2023). (Foto: Dok.PARBOABOA)

PARBOABOA, Jakarta – Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan kepada Gubernur Papua non aktif, Lukas Enembe.

Hukuman itu diputuskan dalam sidang vonis banding yang digelar di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Senin (4/12/2023).

Selain pidana pokok, Lukas wajib membayar uang pengganti sebanyak Rp47,8 miliar dalam kurun waktu 1 bulan.

Lukas juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak mencalonkan diri dalam jabatan publik selama periode lima tahun setelah menjalani hukuman pokoknya.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menilai, Lukas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan gratifikasi dan tindak korupsi secara bersama-sama.

Ia dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor.

Vonis di tingkat banding ini lebih berat dari hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama memvonis Lukas dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Ia juga dibebani kewajiban membayar uang pengganti sebanyak Rp 19,6 miliar.

Pengamat hukum Edi Hardum , mengapresiasi putusan tersebut, meskipun menurutnya vonis yang diterima Lukas terlalu ringan.

“Oleh karena itu, kalau di tingkat banding jadi diperberat, itu saya pikir baguslah. Malah menurut saya malah kurang,” ujar Edi kepada PARBOABOA, Jumat (8/12/2023).

Menurut Edi, berdasarkan pasal yang disangkakan, vonis terhadap Lukas bahkan bisa lebih berat dari yang diputuskan Pengadilan Tinggi saat ini, yakni berupa hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.

“Jadi 10 tahun itukan sesuai dengan tuntutan jaksa ya. Bahkan menurut saya, Lukas Enembe itu 15 tahun ke atas, karena sesuai dengan pasal yang disangkakan ke dia,” pungkasnya.

Kronologi Kasus Lukas Enembe

Kasus ini bermula pada 2017 lalu, ketika Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap pengelolaan uang yang mencurigakan oleh Lukas Enembe.

Saat itu, muncul dugaan suap dan gratifikasi dengan transaksi mencapai ratusan miliar rupiah, termasuk setoran tunai ke kasino Singapura dan pembelian jam tangan mewah.

Pada tahun yang sama, Bareskrim Polri juga menyelidiki korupsi pengelolaan anggaran Pemerintah Provinsi Papua periode 2014-2017 terkait sejumlah proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.

Lalu pada 2022, KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dengan nilai suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar. Saat itu muncul berbagai penolakan penangkapan dari pendukung Lukas Enembe.

Beberapa kali KPK memanggil Lukas untuk pemeriksaan, namun mangkir dengan dalih masalah kesehatan.

Lalu pada 10 Januari 2023, Lukas ditangkap di rumah makan di Kota Jayapura. Diduga, ia akan pergi ke Mamit Tolikara, untuk melarikan diri.

Ia lalu sampai di Jakarta pada 11 Januari 2023 dan dirawat di RSPAD Gatot Soebroto. Dalam proses dibawa hingga ke RS,  diwarnai serangkaian aksi penghalangan oleh pendukung Lukas.

Lukas menjalani sidang perdananya pada 19 Juni 2023 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam sidang tersebut, Jaksa Wawan Yunarto membacakan dakwaan Lukas Enembe yang didakwa menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp45.8 miliar.

JPU di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi dalam bentuk uang tunai, serta pembangunan atau perbaikan aset.

Editor : Atikah Nurul Ummah

Tag : #lukas enembe    #korupsi    #hukum    #gratifikasi    #kpk   

BACA JUGA

BERITA TERBARU