parboaboa

Dilema Warga Muara Baru: Sulitnya akses air bersih dan Tingginya Penurunan Permukaan Tanah

Faisal Bachri | Metropolitan | 26-10-2023

Beberapa daerah di Jakarta Utara masih terancam penurunan muka tanah, salah satunya kawasan Muara Baru yang mengalami penurunan 10 hingga 11 sentimeter per tahun sehingga rawan direndam banjir, terutama saat musim hujan. (Foto: PARBOABOA/Faisal Bachri)

PARBOABOA, Jakarta - Warga Kampung Kembang Lestari, Kelurahan Muara Baru, Jakarta Utara hidup dalam kecemasan. Permukaan tanah yang terus menurun mengancam rumah-rumah warga di kampung tersebut.

Saat ini saja, jalanan kampung warga selalu tergenang, imbas penurunan permukaan tanah di kawasan tersebut.

Bahkan di musim hujan, kecemasan warga menjadi berkali-kali lipat, karena debit air yang menggenangi jalanan juga bertambah.

Warga menyiagakan satu unit pompa yang menyala otomatis setiap hari untuk membuang air dari jalanan kampung. Di musim hujan, 4 pompa yang disiagakan untuk menyedot air.

Menurut Ketua RT 1 Kampung Kembang Lestari Muara Baru, Dulkadi, penurunan muka tanah semakin terasa ketika air laut pasang.

"Walaupun tidak signifikan ya. Tapi kadang-kadang kalau berbarengan musim hujan, terus air laut naik. Sedangkan di sini tidak ada saluran secara alami sudah puluhan tahun,” ucapnya saat ditemui PARBOABOA di kediamannya, Rabu (25/10/2023).

Dulkadi menjelaskan, untuk biaya perawatan pompa, ada urunan dari warga di sekitar Kampung Kembang Lestari.

“Sekali menggulung dinamo kan, kadang sejuta dua ratus, delapan ratus ribu kan gitu," katanya.

Tangki air yang merupakan bantuan untuk warga Muara Baru. (Foto: PARBOABOA/Faisal Bachri) 

Terkait kesulitan air bersih yang dialami warga, Dulkadi mengatakan, jalur air warga terhalang oleh gudang di belakang RT 1.

Ia juga telah mengajukan permasalahan ini ke tingkat kelurahan, kecamatan, dan wali kota.

"Akhirnya pasrah karena tak pernah ada respons," tambahnya.

Salah seorang warga di Kampung Kembang Lestari, Siti Komariah mengaku masih menantikan akses air bersih dari PAM Jaya untuk kampung mereka.

Ia mengatakan, rumah-rumah tidak memiliki pilihan untuk air bersih biasanya menumpang di rumah warga yang telah teraliri PDAM atau master meter.

"Bisa juga menggunakan air sumur atau menunggu bantuan truk air," kata Kokom, begitu ia akrab disapa.

Namun, lanjut dia, warga mengeluhkan harga yang lebih mahal dari harga air dari PAM Jaya. Sementara sumur warga dari air tanah, kualitasnya tidak baik dan cenderung keruh.

“Jadi keberatan warga di sini kebanyakan seperti itu, bang. Makanya kalau orang yang enggak mampu paling ya air sumur. Itu pun waktunya dibatasi. Misalnya wilayah sini itu pagi subuh sampai jam 12. Terus jadi jadi subuh misalnya sampai jam 8 atau jam berapa. Ngalir mati, ngalir. Entar ngalir lagi jam 10 atau 11,” jelas Kokom yang ditemui PARBOABOA di kediamannya.

Kokom menambahkan, warga telah sejak lama memperjuangkan hak atas air di Kampung Kembang Lestari. Namun PAM Jaya menyatakan baru akan menyediakannya pada minggu ketiga November.

Pakar ITB Soroti Penggunaan Air Tanah Berlebih

Sementara itu, Pakar Geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas membenarkan beberapa daerah di Jakarta Utara masih terancam penurunan muka tanah. Bahkan, di daerah Muara Baru, Pluit, permukaan tanah mencapai 10 hingga 11 sentimeter per tahun.

Selain di Muara Baru, kawasan Muara Angke juga mengalami penurunan permukaan tanah hingga 10 sentimeter, Kamal Muara 9 sentimeter.

Hanya saja, meski memiliki kerawanan penurunan permukaan air yang tinggi, Dosen di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB itu menilai, pembangunan tanggul laut di Muara baru sudah cukup kuat, terutama jika dibandingkan dengan tanggul laut di Tanjung Mas, Semarang yang jebol sehingga menyebabkan banjir di pelabuhan.

“Tetapi memang ada rembesan gitu ya. Nah, itu sih yang terjadi,” ucapnya.

Permukaan tanah yang terus menurun mengancam rumah-rumah warga dari rendaman banjir, terutama saat musim hujan. (Foto: PARBOABOA/Faisal Bachri) 

Heri juga tak menampik, penggunaan air tanah yang berlebihan menjadi salah satu faktor penyumbang penurunan permukaan muka tanah di Muara Baru.

Ia mengatakan, pelarangan sepenuhnya terhadap penggunaan air tanah di sana pun menjadi dilema terutama karena pemerintah masih belum dapat memenuhi hak masyarakat.

“Memang dilema bahwa sumber air di sana tidak cukup. Dari PAM juga tidak tersalurkan ke situ atau kurang memadai, sehingga masih dilakukan eksploitasi air tanah. Nah itulah yang menyebabkan tanahnya turun. Berdasarkan perundangan, kewajiban ada di pemerintah untuk menguasai dan mengatur masalah air,” jelasnya.

Heri juga mengakui, masalah eksploitasi air terjadi tidak hanya di Muara Baru, tapi di seluruh Jakarta. Hal itu, lanjut dia, terlihat jelas di pesisir utara dan barat yang memang belum terjangkau oleh PDAM.

“Misalnya di Jakarta Selatan, PDAM-nya sudah bagus tapi eksploitasi juga di situ besar. Nah kalau di pesisir, PDAM-nya tidak memadai, pasti lebih besar,” imbuhnya.

Pantauan PARBOABOA, terlihat genangan air yang bercampur sampah di Kampung Marlina, Muara Baru.

Beberapa anak kecil terlihat bermain bola di lapangan samping tanggul. Ketika bola terlempar ke air, salah seorang anak masuk ke genangan yang tingginya telah mencapai mata kakinya.

Editor : Kurniati

Tag : #akses air bersih    #kelurahan muara baru    #metropolitan    #penurunan permukaan tanah    #warga kesulitan air bersih    #jakut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU