parboaboa

Sri Mulyani soal Pemblokiran Anggaran Lewat Mekanisme Automatic Adjustment, Tepat?

Gregorius Agung | Hukum | 06-04-2024

Menteri Keuangan, Sri Mulyani saat memberikan kesaksian di sidang sengketa Pilpres. (Foto: Instagram/@smindrawati)

PARBOABOA, Jakarta - Sidang lanjutan sengketa Pilpres, Jumat (5/4/2024) kemarin mendatangkan 4 Menteri Jokowi-Maruf sebagai saksi.

Salah satu yang cukup mendapat perhatian adalah kesaksian Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang menerangkan secara ajek perihal penggunaan anggaran bantuan sosial (Bansos) jelang Pemilu.

Dia memfokuskan pemaparan dan penjelasannya pada dugaan pemblokiran anggaran Kementerian/Lembaga melalui mekanisme Automatic Adjustment.

Sebelumnya, kebijakan ini didalilkan oleh para pemohon, yaitu pasangan capres-cawapres 01 dan 03 hanya sebagai siasat untuk membiayai kebutuhan pemberian bansos selama pemilu.

Namun, menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pencadangan anggaran tersebut bukanlah hal baru melainkan telah dilakukan juga di tahun-tahun sebelumnya.

Dengan demikian, ia mau membantah tuduhan pemohon yang mengaitkan kebijakan Automatic Adjustment hanya sebagai strategi politik Pemilu dan Pilpres.  

"Saya tegaskan tidak, karena kami sampaikan seperti ini automatic adjustment sudah dilakukan sejak APBN 2022," kata Perempuan yang akrab disapa Ani itu di hadapan Majelis dan peserta sidang.

Ani menambahkan, Kementerian Keuangan sendiri meneken kebijakan tersebut di tahun sebelumnya melalui surat bernomor S/10/1088/MK. Dan, di tahun 2022, Automatic Adjustment dilakukan sebanyak 2 kali.

Itu pun, kata dia, porsi anggaran yang diblokir hanya sebesar 5 persen, diambil dari realisasi Kementerian/Lembaga yang tidak terealisasi 100 persen setiap tahunnya.

Berdasarkan data yang ada, rata-rata realisasi penyerapan anggaran  setiap Kementerian, memang hanya sebesar 95 persen, sehingga dengan demikian, "waktu kami menyampaikan automatic adjustment 5% itu diharapkan tidak mempengaruhi kemampuan untuk menjalankan program-program prioritas."

Tak hanya itu, Ani menjelaskan, Automatic Adjustment tidak asal dilakukan. Hal itu telah sesuai dengan ketentuan UU, yaitu UU No 19/2023 tentang APBN TA 2024, pasal 28 ayat (1) huruf e beserta penjelasannya.

Nantinya, ketika Kementerian/Lembaga betul-betul memiliki program prioritas, mereka akan bisa meminta untuk dibukakan blokirnya. 

Meski begitu, hal ini akan dilakukan dengan sangat selektif, "karena memang tujuannya untuk meningkatkan disiplin fiskal dan penajaman prioritas di dalam masing-masing K/L."

Tidak tepat

Keterangan Menteri Keuangan, Sri Mulyani terkait pemblokiran dan pencadangan anggaran melalui mekanisme Automatic Adjustment mendapat kritikan.

Kritikan itu menyasar pernyataan dia yang menyebut Automatic Adjustment telah sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) huruf e UU No 19/2023 tentang APBN TA 2024.

Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) misalnya, mengatakan itu merupakan sebuah pernyataan yang keliru dan tidak tepat.

Pasalnya terang Anthony, yang dimaksud Pasal 28 ayat (1) huruf e UU a quo tidak bermakna memberi wewenang kepada pemerintah untuk menyesuaikan Belanja Negara dalam kondisi apapun.

Melainkan hanya dalam kondisi di mana realisasi penerimaan negara tidak sesuai target penerimaan, atau tepatnya di bawah target penerimaan.

"Ini hanya berlaku untuk kondisi kalau realisasi penerimaan negara di bawah target, sehingga ada rencana pengeluaran yang tidak atau belum tersedia anggarannya," kata Anthony dalam rilis yang diterima Parboaboa, Sabtu (6/4/2024).

Sementara itu, untuk menjaga keberlanjutan fiskal, pemerintah hanya diberi wewenang atau keleluasaan oleh UU APBN untuk tetap membelanjakan belanja negara sesuai anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024.

Hal ini kata dia, memang punya resiko, yaitu "defisit APBN meningkat."

Dalam kondisi demikian, terutama untuk menambal defisit anggaran APBN yang meningkat, pemerintah dapat menggunakan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL).

Atau dengan menggunakan skema lain, seperti menambah pinjaman tunai, menambah penerbitan SBN, menggunakan saldo kas BLU, atau Menyesuaikan Belanja Negara.

Anthony menjelaskan, menyesuaikan Anggaran Negara artinya mengurangi atau menghemat Belanja Negara karena tidak ada lagi anggarannya. 

Sehingga demikian ia menambahkan, hal itu harus dilakukan, "untuk mempertahankan jumlah defisit anggaran yang sudah ditetapkan dalam UU APBN 2024."

Ia menekankan, pasal 28 ayat (1) huruf e ini tidak memberi wewenang kepada pemerintah untuk bisa melakukan pengalihan anggaran atau rincian belanja negara, dari satu organisasi ke organisasi lain.

"Atau dari satu fungsi ke fungsi lain, atau dari satu jenis belanja ke jenis belanja lain," kata dia.

Pengalihan anggaran, atau mengubah rincian belanja negara, hanya dapat dilakukan melalui Perubahan APBN yang disetujui DPR, dan ditetapkan dengan UU.

Berdasarkan hal tersebut, Anthony menegaskan, "pemblokiran anggaran melalui Automatic Adjustment sesungguhnya melanggar Pasal 28 ayat (1) UU APBN 2024 tersebut." 

Juga, "melanggar Konstitusi dan UU Keuangan Negara," tambahnya.

Diketahui, selain Sri Mulyani, tiga Menteri Jokowi-Maruf yang lain juga hadir memberikan kesaksian dalam sidang sengketa Pilpres.

Ketiganya, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini dan Menko PMK), Muhadjir Effendy.

Ketua MK, Suhartoyo menjelaskan, keempatnya hadir memberikan kesaksian bukan untuk mengakomodir kepentingan pemohon dan para pihak, melainkan karena pertimbangan majelis hakim.

Editor : Gregorius Agung

Tag : #sengketa pilpres    #automatic adjustment    #hukum    #sri mulyani    #mk    #pilpres 2024   

BACA JUGA

BERITA TERBARU